Dari RDP dengan Tim Pansus UU Otsus
MERAUKE-Tim Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua mengundang dan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Forum Komunikasi Antar Daerah Tim Pemekaran Papua Selatan di ruang rapat Pansus B Gedung Nusantara II Lantai 3, Jalan Jenderal Subroto, Jakarta, Senin (7/6) kemarin.
Ketua DPRD Kabupaten Merauke Ir. Drs. Benjamin Latumahina, saat dihubungi lewat telepon selulernya, mengungkapkan dalam rapat tersebut dihadiri pula Direktur Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattriot). “Dalam rapat itu, masukan dan pendapat dari pada RUU tentang perubahan kedua UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua,” katanya.
Hadir langsung dalam RDP tersebut, jelas Benjamin Latumahina adalah Bupati Merauke Drs Romanus Mbaraka, MT, Bupati Mappi Kristosimus Yohanes Agawemu, Bupati Asmat Elisa Kambu, Wakil Bupati Asmat Thomas Eppe Satanfo yang juga Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Selatan, Ketua dan sejumlah anggota DPRD dari 4 Kabupaten yakni Boven Digoel, Mappi, Asmat dan Merauke, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh perempuan.
“Dengan adanya revisi UU Otsus Papua, kami dalam RDP itu berharap dalam waktu dekat ini pemekaran Provinsi Papua Selatan bisa segera direalisasikan menjadi defenitif,” terangnya.
Dikatakan, RDP tersebut dipimpin langsung Ketua Pansus dan dalam RDP tersebut banyak hal yang dibahas dimana rivisi UU Otsus dan berikut di dalamnya tentang pemekaran PPS. “Lebih banyak menyoroti tentang UU Otsus Papua sebagai landasan legal formal pemberian kewenangan khusus negara kepada rakyat dan pemerintah Papua serta komitmen mengalokasikan sejumlah sumber-sumber pendanaan yang bersifat afirmatif bagi Provinsi Papua dan Papua Barat sebagaimana diatur dalam Pasal 34-36 UU Otsus Papua,’’ katanya.
Sesunguhnya, lanjut dia, peluang bagi pemerintah dan masyarakat Papua dalam memacu proses-proses antara lain akselerasi pembangunan di berbagai bidang baik fisik maupun non fisik, peningkatan mutu pelayanan pemerintah dan pelayanan publik, pengembangan inisiatif percepatan pembangunan secara kreatif dan relevan kekhususan dan keunggulan sosial, ekonomi budaya dan juga kondisi geografis dan potensi sumber daya alam yang dimiliki.
“Namun implementasi UU Otsus Papua yang hampir 20 tahun ternyata belum mewujudkan hasil yang maksimal sebagaimana diharapkan. Alokasi pendanaan dari pemerintah pusat yang cukup besar selama 20 tahun baik dalam bentuk dana Otsus, dana tambahan infrastruktur, dana transfer ke daerah , dana desa maupun belanja kementerian maupun lembaga, provinsi Papua masih tertinggal di bandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia,” katanya.
Hal tersebut, ungkap Benjamin Latumahina dapat dilihat dari kesenjangan Pendidikan di Papua dengan nilai rata-rata nasional masih tinggi. Kesenjangan kesehatan, kesenjangan infrastrukur dan kesenjangan kesejahteraan. “Sehingga tadi kita memberikan catatan bahwa yang harus diperhatikan pansus adalah bagaimana tata kelola dana Otsus yang masih lemah, karena belum optimal akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana otsus dan terlambatnya proses perencanaan dan kegiatan, alokasi dana otsus kurang tersebar dan akuntabel karena terpusat di provinsi lalu kemudian laporan pengunaan dana Otsus belum lengkap dan tidak tepat waktu. Otsus Papua akan mempunyai prospek yang cerah dan mampu menjadi sarana solusi permasalahan apabila pemerintah baik pusat dan daerah merubah paradigma pembangunan Papua yang selama berorientasi pendekatan-pendekatan yang tepat,” tambahnya. (ulo/tri)