mimika

FPHUM Geruduk Kantor DPRK Mimika, Desak Pemerintah Sikapi Persoalan Tapal Batas

Selasa, 25 November 2025 | 15:59 WIB
Bupati Mimika, Johannes Rettob didampingi sejumlah pejabat pemerintah serta jajaran DPRK Mimika, menemui massa aksi didepan gedung Kantor DPRK Mimika, Selasa (25/11/2025). (Cenderawasih Pos/Moh. Wahyu

CEPOSONLINE.COM, MIMIKA - Front Pemilik Hak Ulayat Mimika Wee (FPHUM) melakukan aksi demo damai menanggapi isu tapal batas di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika, Selasa, (25/11/2025).

Pantauan media ini, sebelumnya pada Selasa pagi massa terlebih dulu berkumpul di lapangan Eks Pasar Swadaya, Jalan Yos Soedarso, Mimika, Papua Tengah.

Aksi ini dipimpin oleh Ketua FPHUM, Rafael Taorekeyau yang juga didukung oleh anak cucu perintis Kabupaten Mimika dan sejumlah organisasi kemasyarakatan pemuda.

Dalam aksi itu, massa aksi menuntut sikap pemerintah dalam menanggapi persoalan tapal batas yang beberapa waktu lalu sempat memanas di wilayah Kapiraya, Distrik Mimika Barat Tengah.
Dalam kesempatan itu, Refael menyampaikan bahwa para pemuda Mimika Wee atau pemuda Kamoro siap mati demi mempertahankan hak ulayat mereka.

"Kami minta pemerintah tidak hanya cepat tetapi lebih transparan. Sejauh ini kita semua mengetahui bahwa semacam tertutup informasi ini. Tetapi, kabupaten tetangga dalam hal ini melalui Bupati Deiyai terus menyuarakan melalui media," tegas Rafael.

"Saat ini di wilayah tersebut sedang konflik dan akan berlangsung kalau pemerintah tidak segera bertindak," sambungnya.

"Poin-poin yang kami sampaikan harapannya harus segera terjawab dan harus terjawab," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Rafael pun menyampaikan pernyataan sikap FPHUM dalam menuntutsikap pemerintah mengenai persoalan tersebut.

Adapun pernyataan sikap yang disampaikan sebagai berikut:

Kembalikan hak ulayat masyarakat adat Suku Kamoro/Mimika Wee dari Potowaiburu sampai ke Nakai.

Masyarakat Hukum Adat adalah kesatuan-kesatuan masyarakat yang inempunyai kelengkapan — kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya.

Ciri — ciri masyarakat hukum adat adalah mempunyai kesatuan manusia yang teratur, Menetap di suatu daerah tertentu atau memiliki kesatuan wilayah, mempunyai kesatuan penguasa/pimpinan/kepala suku (yang jelas), mempunyai kesatuan kekayaan baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, dan mempunyai kesatuan hukum.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999: Masyarakat Hukum adat didefinisikan sebagai sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama dalam suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar satu garis keturunan.

Hak ulayat berkaitan erat dengan masyarakat hukum adat karena hak ulayat merupakan wewenang dan kewajiban yang ada pada suatu masyarakat hukum adat.

Masyarakat hukum adat timbul secara spontan dari leluhur sebelum adanya Agama dan Pemerintah pada suatu wilayah tertentu serta mempergunakan sumber kekayaan untuk kepentingan sesama masyarakat hukum adat.

Hak ulayat ini meliputi semua tanah yang ada dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum adat, yang perupakan persekutuan hukum yang didasarkan pada kesamaan tempat tinggal (teritorial), maupun yang didasarkan pada keturunan (genealogis), yang dikenal dengan berbagai nama yang khas di daerah yang bersangkutan, misalnya suku, marga, dati, dusun, nagari dan lain sebagainya.

Di Tanah Papua terdapat 255 suku yang mempunyai batasan Hak Ulayat dan tapal batas Wilayah masing-masing suku atau masyarakat hukum adat itu berada, hal ini di pegang sejak jaman dahulu para leluhur dan di turunkan atau diceritakan hingga ke generasi saat ini.

Didalam perkembangannya masyarakat hukum adat di Papua pada perkembangan modern saat ini dengan hadirnya kabupaten dan wilayah kepemerintahan, status hak Ulayat masyarakat hukum adat telah di akui oleh undang-undang Negara Republik Indonesia, namun dalam perjalanannya pencaplokan Hak Ulayat suku pun kerap terjadi sehingga memunculkan konflik di antara masyarakat adat.

“Hak ulayat merupakan identitas, martabat, dan sumber kehidupan masyarakat hukum adat. Sesuai Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024," ujarr Rafael.

Konflik Pencaplokan Hak Ulayat Suku Kamoro Mimika' Wee oleh Suku Mee Kabupaten Deiyai dan Dogiyai.
Salah satu konflik yang mencuat saat ini adalah di wilayah Kapiraya, Wakia, Kepaia Air Kokonao/Mupuruka, Mioko sampai Iwaka Kabupaten Mimika, Propinsi Papua tengah.

Di mana, terjadi sengketa antara, masyarakat adat suku Kamoro/Mimika Wee Kabupaten Mimika dengan Masyarakat Adat suku Mee Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Dogiyai yang di dukung oleh Bupatinya.

Disana terjadi pencaplokan wilayah oleh suku Mee di kabupaten pemekaran, Deiyai dan Dogiay terhadap Wilayah Adat Suku Kamoro/Miimika Wee di Kabupaten Mimika. Hal ini sangat miris atau riskan sehingga telah terjadi konflik antar suku disaat ini.
Konflik ini terjadi sejak beberapa tahun lalu: dimana rumah-rumah masyarakat adat Suku Kamoro/Mimika Wee di wakia di bakar oleh Suku Mee, konflik ini berlangsung hingga tahun 2025 Saat ini, Saling serang antar masyarakat terus terjadi.

Dalam beberapa media Bupati Deiyai mengklaim/mencaplok wilayah Adat suku Kamoro/Mimika'Wee yang juga wilayah administratif kabupaten Mimika dengan membangun kampung-kampung baru di wilayah adat caplokannya.

Dalam situasi konflik ini Pemerintah Kabupaten Mimika, Pemerintah Propinsi Papua Tengah dan Aparat Keamanan yang seharusnya menjadi Pengayom seakan lepas tangan dan diam menonton segala tindakan dan peristiwa yang terjadi.

Dengan melihat berbagai situasi permasalahan Pencaplokan Hak Ulayat Suku Kamoro/Mimika'We yang terjadi saat ini dan dampak yang berimbas kepada masyarakat adat kami, Maka kami “Front Pemilik Hak Ulayat Mimika” Meyatakan Sikap:

1. Kembalikan Hak Ulayat Kami Masyarakat Adat Suku Kamoro / Mimika'Wee Dari Potoai buru Sampi Ke Nakai.
2. Gubernur Propinsi Papua Tengah segera bertanggung atas pencaplokan Wilayah Adat Suku Kamoro/Mimika'Wee oleh Kabupaten Deiyai dan Kabupaten Dogiay.
3. Dinas Perhubungan segera tutup Bandara Tuapa Distrik Kapiraya
4. Polsek dan Koramil segera di bangun di distrik Mimika Barat Tengah / Distrik Kapiraya.
5. Pemerintah Kabupaten Mimika segera selesaikan masalah Tapal Batas Kabupaten Mimika, Deiyai dan Dogiay sebelum Natal 2025.
6. Kembalikan Wilayah Adat Kami Suku Kamoro/Mimika'Wee dari Wilayah Adat Mepago Ke Wilayah Adat Bomberai.
7. Bupati mimika segera menunjuk Plt Kepala Distrik Urumuka, Distrik Temare dan Distrik Kamora.
8. Bupati Kabupaten Mimika segera mengganti Kepala Distrik Mimika Barat Tengah.
9. Pihak Berwajib/kemanan segera menangkap Musa Boma dan Mesak Edowai , sebagai aktor dari konflik pembakaran rumah di kampung Wakia dan penyerobotan wilayah adat Mimika Wee.

Sementara itu, Bupati Mimika, Johannes Rettob yang hadir menemui massa menyampaikan bahwa Ia bersama Bupati Deiyai dan Gubernur Papua Tengah telah bertemu membahas persoalan tapal batas antara dua daerah tersebut.

Johannes mengatakan, saat ini ketiganya masih menunggu undangan rapat resmi dengan pihak terkait termasuk kementerian.

“Kami sekarang menunggu waktu untuk rapatnya, secara keseluruhan (kabupaten dan kementerian terkait), inti dari semua ini adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” tegasnya.

Lanjut dikatakan Johannes bahwa Pemerintah Kabupaten Mimika bahkan teah mengirim surat sebanyak dua kali kepada Kementerian Dalam Negeri. Dalam surat itu, Pemkab Mimika meminta agar tapal batas segera dikembalikan.

Johannes menerangkan, wilayah Mimika adalah 21.000 km² sesuai dengan UU nomor 45 tahun 1999 tanpa adanya pemekaran hingga saat ini, sementara kabupaten lain telah dimekarkan.

Undang-undang Nomor 45 Tahun 1999 adalah Undang-Undang Republik Indonesia yang mengatur tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.

Untuk menjaga wilayah perbatasan, Bupati mengimbau agar masyarakat ikut menjaganya dengan menempati rumah-rumah yang nantinya akan dibangun pemerintah di wilayah perbatasan.

Bupati kembali menekankan saat ini pihaknya sedang menunggu undangan dari Kemendagri, Bupati juga sudah membahas soal tapal batas ini dengan DPRK Mimika, dan dia meminta masyarakat mendukung upaya pemerintah.

Selanjutnya Ketua DPRK Mimika Primus Nakitapereyau mengapresiasi apa yang telah disampaikan massa aksi. (*)

Tags

Terkini

Di Mimika, Harga Daging Babi Turun Jelang Nataru

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:24 WIB

Polres Mimika Musnahkan Sabu dan Ganja

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:55 WIB