Pertahankan Tradisi Adat Biak di Perantauan

Pertahankan tradisi adat atau budaya. Pelamaran warga Biak di Merauke dengan prosesi tradisi adat Biak dengan membawa mahar piring gantung yang didatangkan dari Raja Ampat, Sabtu (13/11). (Sulo/Cepos)
Datangkan Piring Gantung dari Raja Ampat
MERAUKE Dalam rangka mempertahankan nilai-nilai budaya dan adat di perantauan, terutama dalam hal peminangan, warga Biak di Merauke menggelar peminangan secara adat terhadap seorang warga Biak yang mempersunting pujaannya dari Serui Kepulauan Yapen, Sabtu (13/11).
Peminangan ini diawali dengan rombongan keluarga laki-laki mengantar calon pria ke rumah perempuan yang akan dipinang dengan jalan kaki diiringi dengan tarian dan nyanyian kecapi sepanjang jalan. Lebih dari 20 piring gantung serta gelang dibawa dalam peminangan tersebut.
Ketua Kerukuran Adat Biak Kabupaten Merauke Sergius Womsiwor, S.Pd, M.Pd mengungkapkan peristiwa yang sedang terjadi tersebut adalah prosesi peminangan secara adat. ‘ “Kami keluarga Biak dan Serui dari kepulauan Yapen masih berada dalam satu gugusan pulau-pulau yang ada di Teluk Cenderawasih atau teluk Saireri,” katanya.
Menurutnya, proses ini bukan baru ada di era sekarang tapi proses ini sudah ada di Suku Biak dari masa transisi gelap ke terang. “Karena orang tua kami sudah melakukan itu dalam proses peminangan,” terangnya.
Menurutnya apa yang diantar keluarga Biak kepada keluarga Numberi-Teurupun bersifat benda mati dalam bentuk mati. Ada piring resa-resa, ada piring naga dan piring lainnya dan sejumlah uang rupiah dari pihak Biak yang dibebankan dari pihak keluarga perempuan. “Kami berterima kasih kepada pihak perempuan, karena kami hanya dalam kesepakatan untuk melakukan proses adat ini, sehingga kedepan nilai-nilai adat orang Biak yang ada di rantauan ini, bisa dikenal dan masih dapat dipraktekan oleh anak-anak kami. Intinya, jangan sampai kami yang pergi merantau dan meninggalkan Pulau Biak juga sudah lupa adat. Itu tidak boleh terjadi. Tapi meski kita di rantauan orang, adat tetap kita junjung tinggi dan tetap kita lestarikan. Karena bagi kami ini sesuatu yang sakral,” tandasnya.
Menurutnya, para leluluhur dan orang tua-tua dulu, ketika sudah melakukan proses adat tersebut, kedua mempelai sudah sah secara adat. Tapi, karena adanya perkembangan zaman dengan adanya pendataan keluarga dan sebagainya maka pihaknya hormati. ‘’Tapi yang saya mau tekankan bahwa pihak lain perlu mengetahui adat kami orang Biak bahwa hari ini kami masuk minta dan memenuhi permintaan dari pihak perempuan maka secara sah kedua mempelai ini kami bisa satukan secara adat dan tidak ada satu pihak yang boleh menggugurkan itu. Karena hukum nasional kita menghormati hukum adat itu sendiri,’’ pungkasnya.
Ditambahkan, piring gantung berjumlah 28 buah yang terdiri dari piring gantung resa-resa, piring gantung ikan, piring gantung bunga sedang, piring gantung bunga besar, piring gantung naga sedang, piring gantung naga besar, piring gantung Cenderawasih, piring gantung burung ayam didatangkan khusus dari Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. (ulo/tri)