Dua Petugas KPPS Kampung Senefit Masih Buron

Sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan terhadap perkara pelanggaran pemilu dari Asmat belum lama ini. ( FOTO: Sebastian for Cepos)
MERAUKE – Dua petugas KPPS Kampung Senefit, Distrik Kambai, Kabupaten Asmat yang dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pelanggaran Pilkada, hingga kini masih dalam pencarian aparat. Kedua petugas KPPS tersebut adalah Ketua KPPS Kampung Senefit yang menjadi terdakwa I Leo Senefit dan Anggota KPPS yang menjadi terdakwa II Reginus Senefit.
Kajari Merauke I Wayan Sumartayasa, SH, MH mengungkapkan, bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Merauke yang menjatuhkan putusan 15 bulan kepada terdakwa I dan 12 bulan kepada terdakwa II dan III telah diterima pihaknya sehingga berkekuatan hukum tetap.
“Setelah putusan itu, kemudian kami di sentra Gakkum melakukan rapat untuk melihat kembali putusan tersebut dan oleh Gakkumdu menilai bahwa putusan Majelis hakim tersebut sudah memenuhi rasa keadilan. Karena itu, putusan kita terima,’’ tandas Kajari ditemui Cenderawasih Pos, Jumat (26/2) lalu.
Dengan diterimanya putusan tersebut, maka putusan itu telah berkekuatan hukum. Bahkan 3 hari setelah menyatakan menerima putusan tersebut, pihaknya langsung mengeksekusi terdakwa III yang merupakan anggota KPPS Kampung Senefit, Gedofidus Amamit. “Kalau terdakwa III sudah kita eksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Merauke,” kata Kajari.
Namun untuk terdakwa I dan II masih dalam pencarian. “Kita minta bantuan Kepolisian untuk mencari terdakwa I dan II. Untuk sementara, keduanya kita masih anggap berada di kampung,” terangnya. Namun jika nanti tak kunjung juga ditemukan maka pihaknya terpaksa keluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO). “Untuk DP belum, masih kita cari dulu lewat bantuan kepolisian. Tapi kalau tidak kunjung ditemukan nanti, ya barulah kita keluarkan DPO,” jelasnya.
Kajari menambahkan bahwa selama sidang , terdakwa I tidak pernah hadir mengikuti sidang secara virtual. Sementara terdakwa II hanya sekali ikuti sidang virtual. “Tidak mungkin semua baru ada baru kita gelar sidang. Karena kita dibatasi waktu, apalagi dalam aturannya memungkinkan sidang digelar tanpa kehadiran para terdakwa,” pungkas Kajari. (ulo/tri)