Jokowi : Gaji BPIP Bukan Hitungan Istana

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberikan keterangan pers bersama jajaran petinggi kepolisian dan TNI saat di Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, kemarin, Minggu (13/5/2018).

Murni Hasil Kalkulasi Kemenkeu dan Kemenpan

Jakarta – Presiden Joko Widodo angkat bicara terkait hak keuangan Badan Pengembangan Ideologi Pancasila (BPIP) yang tengah menjadi sorotan publik. Orang nomor satu di Indonesia itu memastikan jika besaran hak keuangan yang dialokasikan sudah melalui analisa dan pertimbangan yang matang.

Jokowi mengatakan, besaran gaji yang diterima BPIP, baik dari dewan pengarah, anggota, hingga staf-stafnya tidak dilakukan istana. Melainkan oleh Kementerian-Kementerian terkait. Dalam hal analisa jabatan dirumuskan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, sementara kalkulasi hak keuangan dihitung Kementerian keuangan.

“Itu kan ada mekanismenya ya,” ujarnya di Universitas Buya Hamka Pasar Rebo, Jakarta, kemarin (29/5).

Oleh karena telah melalui proses perhitungan yang matang, presiden pun bersedia meneken Perpres 42 tahun 2018 tersebut. “Ditanyakan saja ke Kementerian Keuangan, angka-angka itu (gaji besar) didapatkan dari mana,” imbuhnya.

Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, besaran hak keuangan yang diterima jajaran BPIP sudah melingkupi operasional, tunjangan dan asuransi. Sementara gaji pokoknya sendiri hanya Rp. 5 juta.

Untuk diketahui, Perpres tentang hak keuangan BPIP menjadi sorotan publik. Pasalnya, besaran gaji yang diterima dinilai terlalu besar. Sebagai contoh, Ketua Dewan Pengarah BPIP diganjar gaji Rp. 112 juta perbulan.

Sementara itu, Kepala BPIP Yudi Latif meminta publik tidak mencemooh jajaran BPIP, khususnya dewan pengarah yang terdiri dari tokoh bangsa seperti Megawati, Mahfud MD, Syafii Maarif dan sebagainya. Pasalnya, semua tokoh dan jajaran BPIP tidak tahu menahu dan tidak pernah menuntut gaji.

“Percayalah, banyak orang tua terhormat di dewan pengarah yang tidak menuntut soal gaji. Mereka pun menjadi “korban”. Jadi, tak patut mendapat cemooh,” ujarnya.

Soal layak atau tidaknya dewan pengarah menerima gaji dengan angka tersebut, dia enggan menilai. “Silakan publik menilainya,” imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, Yudi justru memikirkan jajaran staf yang sudah bekerja setahun bekerja namun belum pernah menerima hak keuangan. “Banyak tenaga ahli dirundung malang, seperti kesulitan mencicil rumah dan biaya sekolah anaknya,” kata dia.

selengkapnya baca di Harian Cenderawasih Pos edisi 30/5 (far/bay/tyo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *